Nagari Batang Barus

0
158

Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) ruas Solok-Padang yang merupakan jalan negara itu membelah Jorong Lubukselasih, Nagari Batangbarus, Kecamatan Gunungtalang, Kabupaten Solok. Pagi itu Jalinsum tersebut  terlihat padat. Kepadatan jalan yang selebar lima meteran itu lebih banyak didominasi truk bermuatan dengan tonase tinggi. Syamsul Azwar tengah bersantai di depan rumahnya. Sembari menyerumput kopi, ia memandang santai ke jalanan yang berada persis depan rumahnya. Kondisi lalulintas yang sering dilewati truk itu kini sudah menjadi hal yang lumbrah baginya.

Rumah Syam terletak di pinggir jalinsum di Jorong Lubukselasih. Kawasan jorong itu semakin hari terlihat semakin padat dengan kedatangan penduduk baru. Banyaknya masyarakat pendatang menuju Lubukselasih, karena jorong itu kini sudah tak lagi menjadi perkampungan terpinggir lagi. Lubukselasih yang bersebelahan dengan Jorong Kayoaro termsuk bagian dari ibukota Kabupaten Solok, Arosuka. Arosuka merupakan akronim dari Kayuaro dan Sukarami. Khusus Kayuaro berada di Nagari Batangbarus, sedangkan Sukarami bagian dari Nagari Kotogaek Guguak.

Sebagai Kepala Jorong Lubukselasih, Syamsu Azwar merasa bangga dengan keadaan jorongnya yang kini sudah menjadi bagian dengan ibukota Kabupaten Solok. Dengan dekatnya di ibukota kabupaten tentu saja harga tanah di jorong, umumnya di Nagari Batangbarus menjadi naik. Tentu saja mengundang masyarakat banyak untuk bertanam usaha di kawasan itu.

Perkembangan tiga jorong di Nagari Batangbarus diakui juga Walinagari setempat Jumahardi Malin Sati
membawa dampak positif. Buktinya dua jorong di Batangbarus, Lubukselasih dan Kayuaro terus didatangi warga baru untuk bermukim. “Kini sudah 50 persen bukan lagi orang pribumi di dua jorong kami. Dengan banyaknya para pendatang itu tentu saja banyak lahan yang selama ini tak digarap disulap menjadi kawasan perumahan,” sebut Jumahardi. Kini terdapat di enam komplek perumahan di Jorong Kayuaro.

Khusus di Jorong Kayuaro jumlah penduduknya telah mencapai 1.937 jiwa. Sebagian mereka tinggal di perumahan baru, di kawasan perumahan yang baru berkembang pinggir jalinsum. Belum lagi di Jorong Lubukselasih sebanyak 1.570 jiwa pula. Kepadatan penduduk di Nagari Batangbarus lebih banyak terdapat di jorong Kayujao, 3.076 jiwa. Jorong ini merupakan jorong terpadat dan luas. “Meski Lubukselasih menjadi nagari paling sedikit, tapi 50 persen sudah pendatang,” sebut Jumahardi

Kebanggaan Jumahardi dengan laju pertumbuhan penduduknya ternyata beriringan juga dengan permintaan untuk disediakan pula taman pemakaman umum (TPU). Pasalnya, beberapa waktu lalu sejumlah beberapa warga yang tinggal di perumahan itu meminta untuk disediakan tempat perkuburan.

“Tak mungkin keluarga kami yang tinggal di Kayuaro ini saat meninggal dunia nanti dibawa pulang kampung. Sementara penyelenggaran jenazah itu disarankan secepat mungkin. Tolong bapak sediakan juga lahan perkuburan di Kayuaro ini pak,” ujar Jumahardi menirukan perkataan salah seorang warganya yang pendatang saat meminta disediakan lahan perkuburan.

Permintaan tersebut membuat Jumahardi menyediakan lahan TPU di samping Taman Pemakaman Pahlawan yang terletak di Kayuaro. “Kita telah sediakan TPU itu dengan kesepakatan dengan warga yang memiliki lahan tanah untuk menyediakan lahan pemakaman,” sebut pria bagala Malin Sati itu.

Di samping kepadatan penduduk yang dihadapi Batangbarus, warga di nagari ini cukup berbangga hati dengan terdapatnya beberapa pabrik teh dan air minum dalam kemasan. Pabrik teh itu, PTPN VI dan PT SHGW, pabrik teh organik milik Belanda. Khusus pabrik air minum dalam kemasan yang baru beroperasi baru pabrik lokal, sedangkan pabrik AMDK lainnya yang berskala nasional tengah bernegosiasi dengan pemerintah daerah untuk menanamkan modal usahanya. “Kemungkinan pabrik itu akan berdiri tahun ini,” sambung pria yang akan menghabiskan massa kepemimpinan walinagarinya beberapa tahun lagi. Tentu kehadiran pabrik itu memberikan kontribusi pada pendapatan asli nagari (PAN).

Kondisi nagari yang semakin hari semakin majemuk itu membuat walinagari ini berharap penduduk pribumi untuk siap menerima keadaan itu. Semua itu diiringi dengan tingkat pendidikan warga pribumi. Sebab, pada paradigma lama, warga pribumi kerap merasa dilecehkan dengan banyaknya warga baru datang ke kampungnya tanpa ada yang melapor. Seakan warga tersebut tak dihargai.

Menyoal pada masalah itu, walinagari itu berusaha mengupayakan anak-anak nagari tersebut untuk menjalani masa pendidikan cukup tinggi sebagaimana yang dicanangkan pemerintah. “Minimal masyarakat di sini berpendidikan tingkat SMA lah. Kalau tidak mereka nantinya bisa digilas dengan perkembangan zaman,” tandas pria bertubuh kurus itu.(*)