Tim pasangan Mahyeldi-Audy Joinaldy meminta Mahkamah Konstitusi (MK) RI menerima eksepsi atau jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar dan menolak permohonan calon gubernur nomor urut 1 Mulyadi.
Hal itu disampaikan tim kuasa hukum Mahyeldi-Audy sebagai pihak terkait dalam sidang kedua dengan agenda penyampaian jawaban oleh termohon dan penyampaian keterangan oleh pihak terkait di gedung MK RI di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Sidang dengan nomor perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur Sumbar Tahun 2020 atas nama pemohon Mulyadi-Ali Mukhni itu disiarkan secara online lewat akun youtube resmi MK.
Sidang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan hakim anggota yaitu Wahiduddin Adams dan Enny Nurbaningsih. Pihak terkait memberikan keterangannya usai KPU Sumbar sebagai termohon menyampaikan jawaban.
Dijelaskan Kuasa Hukum Mahyeldi-Audy, Muhammad Taufik bahwa MK tidak berwenang memeriksa dan atau mengadili Permohonan a quo. Sebab, kewenangan MK adalah memeriksa, mengadili dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
“Bukan memeriksa, mengadili dan memutus pelanggaran-pelanggaran sebagaimana yang didalilkan oleh pemohon,” katanya melansir dari langgam.
Muhammad Taufik menambahkan, terkait proses penetapan tersangka yang dikeluhkan oleh pemohon di Bawaslu RI dan Bareskrim Mabes Polri adalah kewenangan DKPP dan Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik) Mabes Polri, bukan kewenangan MK.
Menurutnya, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan Permohonan a quo. Sebab selisih perolehan suara antara pihak terkait dengan pemohon melebihi ketentuan ambang batas. Batas tertinggi selisih suara yang dapat diajukan ke MK untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumbar adalah 1,5 persen.
“Faktanya, selisih suara antara pihak terkait dan pemohon adalah 112.376 suara, kurang lebih 5,0 persen,” sebutnya.
Materi permohonan pemohon, kata Muhammad Taufik, tidak relevan dalam konteks perselisihan hasil pemilihan umum. Hal yang dipermasalahkan oleh pemohon adalah status penetapan tersangka Mulyadi yang diklaim sebagai penyebab kurangnya perolehan suara pemohon.
“Padahal faktanya, proses pelaporan hingga penetepan tersangka Mulyadi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan kebijakan Bareskrim mencabut status tersangka Mulyadi berkait erat dengan permintaan Mulyadi agar laporan terhadap dirinya dicabut,” tuturnya.
Kemudian ia menambahkan, dalam naskah permohonannya, pemohon menampilkan data yang tidak jelas sumber dan metode pengumpulannya. Media mainstream atau online dan media Twitter yang menjadi sumber data tidak dapat dijadikan acuan.
“Lebih tidak relevan lagi ketika pemohon menggunakan hasil survei sebagai acuan atau pembanding atas fakta kekalahan mereka. Padahal, hasil survei bukanlah hasil pemilihan,” katanya.
Atas penjelasan tersebut, Tim Mahyeldi-Audy meminta agar MK menerima eksepsi atau jawaban yang telah disampaikan oleh KPU Sumbar serta menolak permohonan Mulyadi, atau jika MK memiliki pendataan lain, pihaknya memohon agar mendapatkan keputusan seadil-adilnya.
“Pihak terkait memohon kepada MK, mengabulkan eksepsi pihak terkait seluruhnya, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, menyatakan benar dan berlaku keputusan KPU Sumbar tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumbar,” ujarnya.(*)