Nasrul Abit Mengenang Satu Tahun Sejarah Pilu Wamena Papua

0
95

PADANG – Hari ini Rabu, 23 September 2020, genap satu tahun setelah kejadian tragedi kemanusiaan di Wamena, Papua. Peristiwa kelam itu juga menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Sumbar yang merantau ke daerah itu.

Korban yang berjatuhan, sebanyak 9 orang warga Sumbar yang merantau ke Wamena meninggal dunia akibat kejadian itu. Kemudian ada yang terluka dan ratusan perantau ingin pulang ke kampung halaman karena masih ketakutan.

Tidak lama setelah peristiwa itu, Nasrul Abit bersama tim ditugaskan Gubernur Sumbar untuk terjun langsung ke Papua melihat kondisi perantau Minang yang terjebak di Wamena, Papua.

Sesampai di Kota Jayapura, Nasrul Abit dan rombongan bertemu dengan 172 orang perantau Minang, mereka meminta tolong kepada orang nomor dua di Sumbar itu agar mereka bisa pulang kampung.

“Masih jelas dalam ingatan saya, mereka minta tolong, minta dipulangkan dengan rasa takut yang luar biasa,” tutur Nasrul Abit dengan mata berlinang, Rabu (23/9/2020).

Lalu, ia mengatakan kepada perantau bahwa, Pemerintah Provinsi siap memulangkan mereka namun harus didata terlebih dahulu, agar keperluan kembali ke Ranah Minang bisa dipersiapkan.

Setelah berbincang dengan masyarakat di Kota Jayapura dan menenangkan mereka, Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Wamena, dimana peristiwa berdarah itu terjadi.

Di Wamena, perantau Minang yang berlindung di Markas Kodim Wamena bertemu dengan Nasrul Abit. Tangis mereka pecah, begitu juga sebaliknya wakil Gubernur, hatinya pilu melihat masyarakatnya sangat sedih dan ketakutan.

‘Tolong kami pak, kami mau pulang, kami takut di sini’. “Begitu kata mereka kepada saya,” kata NA.

Nasrul Abit meyakinkan perantau Minang bahwa mereka akan difasilitasi untuk pulang ke Sumbar. Ia meminta agar masyarakat yang ingin pulang didata terlebih dahulu, dan bagi masyarakat yang memilih bertahan di sana juga didata.

Pulang ke Tanah Minang

Sebagai pemimpin, Nasrul Abit dan rombongan bertemu dengan Lukas Enembe yang sebagai Gubernur Papua, untuk meminta izin membawa perantau pulang ke kampung halaman untuk sementara waktu.

“Gubernur Papua sebetulnya keberatan melepas masyarakat untuk pulang karena mereka dibutuhkan di sana,” ujar wakil gubernur.

Namun, melihat ketakutan masyarakat dan mungkin trauma yang dialami, akhirnya Lukas mengizinkan masyarakat Sumbar pulang terlebih dahulu.

“Akhirnya, 864 masyarakat yang ada di Wamena akhirnya pulang ke Sumbar secara bertahap dalam waktu singkat,” ujar NA.

Nasrul Abit berterimakasih kepada semua pihak yang terlibat dan membantu Pemerintah Sumatera Barat dari mulai awal keberangkatannya ke Papua hingga bisa memulangkan masyarakat ke Ranah Minang.

Salah seorang korban tragedi Wamena, Putri (30) yang terluka cukup parah setelah mendapat perawatan di Papua. Ia juga akan dipulangkan. Nasrul Abit juga sempat menjenguk ketika itu di Papua dan memastikan Putri mendapatkan perawatan yang baik.

“Akhirnya saya sampai di kampung halaman,” katanya kala itu di pintu kedatangan domestik BIM.

Putri pulang ke Sumbar yang didampingi dua orang dari Ikatan Keluarga Minang Papua. Kedatangannya disambut Wagub Sumbar dan juga oleh sanak keluarga Putri dari Kabupaten Pesisir Selatan.

Tangis keluarga besar Putri juga pecah saat bertemu, mereka satu per satu memeluk ibu dari satu anak tersebut. Putri diketahui mengalami luka di bagian lengan, dada kiri, bahu kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri.

Ia terkena tancapan anak panah yang ditembakkan oknum perusuh di Wamena. Sebagian wajah putri juga mengalami luka bakar yang terlihat sudah mulai mengering.

Putri sempat mengatakan bahwa bisa sampai dan kembali menghirup udara Ranah Minang membuat dirinya merasa sudah sembuh. Karena ia kini sudah berkumpul bersama keluarga besar yang akan menjaganya.

Putri bertekad akan melanjutkan sisa hidupnya di Pesisir Selatan. Ia kini menghadapi sisa hidup tanpa suaminya Syafriyanto (36) dan anaknya Rizki (4) yang harus meregang nyawa akibat tragedi Wamena. (*)