Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim tentang rencana penghapusan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran (mapel) wajib bagi pelajar di SMK dan hanya sebagai mata pelajaran pilihan bagi pelajar di SMA dikritisi sejumlah kalangan.
Hal ini bermula dari beredarnya sebuah dokumen digital dengan sampul Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Melalui draft Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus yang dikeluarkan Kemendikbud.
Dilansir dari minangkabaunews, anggota DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus sangat menyayangkan langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang berencana menghilangkan pelajaran Sejarah dalam kurikulum terbaru untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Lebih baik Nadiem mengambil alternatif kebijakan lain daripada menghapus mapel sejarah, jika memang ingin memperbaiki kurikulum pendidikan SMA.
Dijelaskan Guspardi, jika benar mapel sejarah akan dihapus, maka itu adalah langkah mundur dan justru akan melemahkan visi pendidikan dan mental bangsa. Kebijakan itu akan membuat generasi muda Indonesia terancam krisis identitas yang pada gilirinnya akan menghilangkan jati diri bangsa dan rasa nasionalisme.
“Para pelajar seharusnya memahami sejarah dari berbagai versi dan diajarkan dari berbagai tingkatan sehingga peserta didik betul-betul paham arti penting sejarah bangsanya sendiri,” ujarnya.
Pelajaran sejarah itu dagat kaya akan makna dan banyak nilai-nilai yang terkandung dalam mempelajarinya serta merupakan salah satu kunci pengembangan karakter kebangsaan. Tanpa mengenal sejarah akan mengakibatkan generasi bangsa tidak tahu latar belakang atau asal mula sebuah peristiwa terjadi dan tidak mampu melihat perubahan zaman dari masa lalu hingga sekarang. Bahkan tanpa mengisahkan sejarah masa lalu bangsa ini akan berakibat fatal kepada generasi penerus.
“Pelajaran sejarah harus tetap dipertahankan dan menjadi mapel wajib bukan mapel pilihan dengan pola critical thingking dan jangan dengan metode hafalan,” tegasnya.
Seharusnya dalam merumuskan visi dan misi pendidikan ke depan, Mendikbud melakukan kajian mendalam supaya tidak mudah begitu saja menghilangkan atau menjadikan pelajaran sejarah dari kurikulum sebagai mata pelajaran pilihan.
“Menghilangkan mata pelajar sejarah dalam modus menjadi mata pelajaran pilihan bukan mata pelajaran wajib, adalah tindakan yang berbahaya dan mereduksi nilai-nilai kesejarahan terkait keteladanan, kepahlawanan dan nasionalisme akan melemah yang pada akhirnya akan menciptakan generasi yang tidak tahu sejarah,” pungkas Anggota Komisi 2 DPR RI tersebut.
Sebelumnya, muncul petisi daring (online) yang mengusung isu soal mata pelajaran sejarah untuk SMA dan sederajat. Petisi di change.org atas nama Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) berjudul Kembalikan posisi mata pelajaran sejarah sebagai mapel wajib bagi seluruh anak bangsa telah mendapat 10.473 tanda tangan hingga Jumat (18/9/2020) malam. Petisi ini ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka tidak rela bila pelajaran sejarah dihapus dari kurikulum.(*)